Tiger Parenting
Yuk kenalan sama pola asuh Tiger parenting
Tiger parenting adalah pola asuh di mana orang tua cenderung mengatur kehidupan anak-anak hingga hal sekecil mungkin.
Tiger parenting adalah sebuah gaya pengasuhan yang diperkenalkan oleh Amy Chua dalam bukunya berjudul Battle Hymn of The Tiger Mother. Ia adalah seorang profesor di Universitas Yale dan ibu dari 2 anak.
Chua menulis tentang masa kecilnya yang dibesarkan oleh orang tua yang ketat dan menawarkan cerita tentang upayanya untuk menerapkan strategi pengasuhan ini pada kedua putrinya. Dalam bukunya, ia menuliskan pengalaman membesarkan kedua anaknya dengan disiplin ketat agar mereka dapat mencapai kesuksesan. Gaya pengasuhan tersebut lantas ia namai sebagai tiger parenting. Beberapa karakter dari gaya pengasuhan tersebut adalah:
*Menekankan pada disiplin dan kontrol
*Menerapkan hukuman
*Menekankan pada prestasi akademik
*Adanya standar yang tinggi untuk keberhasilan
Karakter-karakter di atas dapat ditemukan dalam beberapa contoh perilaku orang tua, antara lain
*Memaksakan aturan dan rutinitas keluarga, termasuk menetapkan jadwal belajar yang ketat bagi anak dan membatasi waktu santai. Orang tua fokus pada kerja keras dan mengorbankan keseimbangan kehidupan, demi kesuksesan jangka panjang. Mereka mungkin melarang anaknya menghadiri pesta ulang tahun, menginap di rumah teman, atau acara menyenangkan lainnya yang dapat mengalihkan perhatian anak dari pencapaiannya
*Menetapkan ekspektasi yang tinggi untuk anak selalu mendapatkan nilai baik di sekolah. Jika seorang anak gagal, mereka ditegur karena membuat malu keluarga. Untuk memenuhi harapan yang tinggi ini, anak-anak menghabiskan hampir seluruh waktunya didedikasikan untuk pekerjaan sekolah, belajar, berlatih, dan berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler yang meningkatkan peluang mereka untuk diterima di universitas bergengsi.
*Menggunakan kritik dan kekerasan verbal untuk memotivasi anak, termasuk komentar menyakitkan tentang kemampuan dan kecerdasan anak seperti “Kenapa sih kamu bodoh banget” atau “Gitu aja nggak bisa”
*Meyakini bahwa anak “berhutang” pada orang tua sehingga anak harus membalas hutang budi tersebut
*Meyakini bahwa orang tua tahu apa yang terbaik untuk anak sehingga orang tua berhak menentukan apa yang perlu dilakukan anak
*Membatasi atau bahkan melarang aktivitas yang tidak berkaitan dengan produktivitas atau kegiatan belajar, misalnya bersosialisasi dengan teman
*Membandingkan anak dengan orang lain dan memberikan tekanan pada anak agar bisa melebihi prestasi anak lain. Seperti, “Si A bisa masak kamu ngak bisa atau kenapa sih kamu lama mengerti lihat Si A langsung bisa”
*Menghukum atau mempermalukan anak ketika tidak memenuhi ekspektasi orang tua
*Memaksa anak mengikuti suatu les, aktivitas, atau lomba tanpa mempertimbangkan apakah anak mau atau tidak
*Kurangnya Ruang untuk Anak
Orang tua dengan pola asuh ini tidak memiliki keinginan untuk memahami dan mengenal kepribadian, pikiran, perasaan, dan cara pandang anak sebagai individu yang unik. Orang tua berharap apa yang jadi impiannya juga menjadi impian anak.
Anak dibesarkan untuk membuat keputusan berdasarkan persetujuan orang tuanya. Tidak ada penekanan pada pengaturan diri atau pemikiran mandiri. Orang tua memiliki kendali penuh atas kehidupan anak mereka.
*Pendekatan Berbasis Rasa Takut
Jika anak tidak setuju, mereka didisiplinkan dengan ancaman emosional dan/atau hukuman fisik. Bisa dengan membuang mainan favorit mereka dengan sengaja di depan mereka, tidak memberi mereka makan, memukul, berteriak, menyebut nama dan meremehkan.
Anak diharapkan untuk menghormati mereka. Tidak boleh menjawab, membantah, atau menentang pendapat mereka. Orang tua dengan tiger parenting berada dalam posisi otoritas.
*Jarang memberikan pujian
Tidak memberikan afeksi ketika anak tidak memenuhi ekspektasi orang tua, misalnya orang tua jadi bersikap dingin atau menjaga jarak dari anak.
Dampak kepada anak
Lalu bagaimana sih dampak dari tiger parenting kepada anak? Ternyata berdasarkan beberapa hasil penelitian didapatkan bahwa pola pengasuhan tersebut menimbulkan dampak negatif pada anak. Apa saja dampaknya?
Kepercayaan diri rendah
Ketika anak terus menerus dikoreksi, dipermalukan, dan dikritik oleh orang tua, besar kemungkinan anak akan memiliki gambaran yang buruk mengenai dirinya dan membuat anak menjadi kurang percaya diri. Anak merasa bahwa dirinya tidak pernah cukup baik sekeras apapun ia mencoba.
Memiliki risiko peningkatan kecemasan, menganggap dirinya rendah (self low-esteem), bahkan hingga depresi
Stres dan kecemasan meningkat
Anak yang merasa mendapatkan tekanan tinggi dari orang tua sering merasa stres dan dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mentalnya. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang memiliki tingkat stres tinggi memiliki resiko lebih besar mengalami gangguan kecemasan dan depresi
Sulit mengambil keputusan
Anak akan merasa sulit mengambil keputusan karena ia diajarkan untuk selalu menuruti arahan orang tua. Meskipun secara nilai akademik baik, namun ia kesulitan mengambil pilihan dalam kehidupan sehari hari karena ia tidak pernah mendapat kesempatan memilih
Motivasi menurun
Tingginya tekanan dapat menyebabkan anak kehilangan minat dalam melakukan sesuatu dan menurunnya motivasi. Dorongan dari orang tua untuk belajar dan mendapatkan nilai bagus dapat membuat anak tidak memiliki motivasi internal, yaitu dorongan dalam diri untuk belajar karena merasa itu menyenangkan atau karena ia membutuhkannya.
Kreativitas menurun
Ketatnya aturan dalam tiger parenting menghalangi kreativitas dan pertumbuhan anak, Moms, karena ia dituntut untuk mengikuti aturan dan konsekuensi yang menakutkan. Tingginya tekanan dan kontrol dapat memicu rasa takut gagal. Anak akhirnya merasa takut untuk mengambil resiko dan mengejar apa yang ia inginkan, sehingga anak memiliki daya kreativitas yang rendah
Kesulitan mengelola emosi
Kurangnya dukungan emosi dalam tiger parenting membuat anak kesulitan belajar mengelola emosi. Ditambah lagi adanya tekanan yang tinggi akan meningkatkan stres pada anak. Dengan adanya tingkat stres yang tinggi dan kurangnya kemampuan kelola emosi, anak merasa kesulitan untuk mengelola stres dengan efektif. Anak pun beresiko mengalami kesulitan dalam mengelola marah dan mengontrol perilakunya
Meningkatnya resiko mengalami adiksi
Remaja yang mengalami stres dan memiliki tekanan yang tinggi lebih beresiko menyalahgunakan alkohol atau obat terlarang untuk menenangkan diri dan melarikan diri dari emosi negatif yang ia rasakan
Meskipun tiger parenting memiliki banyak dampak negatif, namun masih banyak orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan ini karena dirasa cara ini dapat memicu anak sukses secara akademis. Namun ternyata penelitian tidak menunjukkan hasil yang serupa. Sebagian besar anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan ini memiliki prestasi akademik yang kurang baik. Apabila pada akhirnya anak sukses, anak memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami dampak-dampak negatif seperti yang sudah disampaikan sebelumnya
Mencegah menjadi tiger parents
Mungkin ada di antara Parents yang dibesarkan oleh tiger parents. Jika tidak dikelola dengan baik, besar kemungkinan Parents akan mengulang pola tersebut dan menurunkannya kepada anak. Namun jangan khawatir, Parents bisa banget kok memutus rantai pola asuh ini. Bagaimana caranya?Apabila Parents atau pasangan dibesarkan dengan gaya pengasuhan tiger parenting, berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghindari melakukan pola yang sama kepada anak
Hindari langsung menghukum anak ketika ia memiliki masalah/Jangan langsung memarahi dan mendisiplinkan anak saat punya masalah
Masalah anak tentu adalah masalah orangtua, kan? Sebagai orangtua, kamu mungkin ingin yang terbaik. Namun, jangan langsung memarahi dan memberikan aturan yang ketat saat anak punya masalah, atau saat dia melakukan kesalahan.
Saat anak memiliki masalah, luangkan waktu untuk mendengarkan dan memahami apa yang terjadi. Dibandingkan langsung berasumsi bahwa anak melakukan kesalahan, coba untuk bersabar dan beri kesempatan anak mengekspresikan dirinya, kamu dapat latih kesabaran dengan biarkan anak mengekspresikan dirinya, ajukan pertanyaan, dan validasikan emosinya. Ketika orang tua dapat memberikan lingkungan yang aman bagi anak untuk mengekspresikan diri, anak akan memiliki rasa percaya pada orang tua. Jika anak merasa percaya dan aman dengan orang tua, besar kemungkinan ia akan datang pada Parents kapanpun ia membutuhkan bantuan dan dukungan
Luangkan waktu untuk mengenal anak
Sebagai orangtua, kesibukan selalu hadir dalam rumah. Terkadang dengan kesibukan dalam hidup, kita lupa untuk meluangkan waktu bersama dengan anak. Beri anak perhatian penuh dengan fokusmu hanya padanya, seenggaknya 5 menit dapat membuatmu tahu apa yang dia lakukan hari ini.Cobalah meluangkan diri untuk bercakap-cakap dengan anak dan meminta ia menceritakan apa yang terjadi di hari itu. Harapannya Parents dapat memiliki hubungan yang lebih dekat dan hangat dengan anak
Dorong anak untuk berbagi pikiran dan ide
Ketika Parents menghargai pikiran dan ide anak, ia merasa bahwa dirinya berharga. Jangan pernah menutup anak untuk mengekspresikan diri dan pemikirannya. Ketika anak berbagi terkait pemikiran dan idenya, maka dengarkan dan ini dapat membuatnya merasa dihargai. Ia menjadi lebih percaya diri dan yakin dengan pendapatnya sendiri. Saat ada suatu ide yang tidak Parents setujui, coba ajukan pertanyaan terlebih dulu mengapa ia memiliki ide tersebut. Parents tidak harus selalu setuju dengan ide anak, namun Parents bisa memberi apresiasi atas proses berpikirnya. Dengan begitu anak memahami bahwa memiliki perspektif yang berbeda itu tidak apa-apa
Hargai privasi anak
Privasi yang dimaksud dalam hal ini adalah kesempatan anak untuk berpikir, memiliki ide, dan merasakan sesuatu. Penting bagi anak untuk mengeksplorasi ide, emosi, dan hubungannya dengan lingkungan sekitar. Parents tetap butuh untuk terlibat untuk menjaga keamanan dan kesehatan anak. Namun apabila dirasa tidak ada yang membahayakan, biarkan anak melakukan eksplorasi.
Beri anak kesempatan untuk memilih
Meskipun anak masih hidup dalam kontrol orang tua, namun ia sesekali perlu diberi kesempatan untuk memilih. Apabila anak terus menerus dikontrol, ia tidak akan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan saat dewasa nanti.
Puji anak jika anak melakukan pencapaian yang bagus
Ketika usahanya dihargai, anak akan merasa berharga. Orangtua dengan pola asuh tiger parenting gak pernah terkesan dengan pencapaian anak, bahkan ketika anak mereka melebihi harapan mereka. Namun bukan berarti Parents harus selalu memberikan pujian kepada anak ya. Cukup temukan momen yang tepat saat dia berhasil mencapai hal yang bagus dan membanggakan. Pujilah ketika anak terlihat sudah memberikan usaha yang maksimal.
Beri dukungan dan masukan saat anak gagal atau membuat kesalahan
Mungkin Parents merasa kecewa ketika anak gagal atau melakukan kesalahan. Namun anak perlu memahami bahwa dalam proses belajar memang terkadang harus mengalami kedua hal tersebut. Dibandingkan menyalahkan, mempermalukan, atau menghakimi, coba dorong anak untuk terus berusaha dan bantu anak untuk terus memperbaiki diri dengan memberikan masukan
Cari bantuan professional
Berkonsultasi ke tenaga profesional dapat membantu Parents mengenali dan mengelola pengalaman di masa lalu. Terapi dapat membantu Parents belajar mengelola emosi, mengelola stres dalam kehidupan sehari-hari, dan membentuk cara pengelolaan emosi yang lebih sehat