Yuk kenalan dengan tahapan Psikososial
Halo apa kabar?
pernahkah parents dengar tentang perkembangan psikososial?
Ternyata perkembangan manusia tidak hanya fisik dan kongnitif saja. masih ada aspek yang tak kalah penting dalam perkembangan manusia yaitu perkembangan psikososial
Banyak teori yang mencoba menjelaskannya. Salah satu teori tentang perkembangan manusia sejak bayi hingga dewasa adalah teori “Perkembangan Sosial Erik Erikson”.
Teori perkembangan sosial Erik Erikson membahas perkembangan di seluruh rentang hidup manusia, mulai lahir hingga mati.
Menurut Erik Erikson, ada 8 tahap perkembangan psikososial manusia.
1. Hope: Trust vs. Mistrust
2. Will: Autonomy vs. Shame and Doubt
3. Purpose: Initiative vs. Guilt
4. Competence: Industry vs. Inferiority
5. Fidelity: Identity vs. Confusion
6. Love: ntimacy vs. Isolation
7. Care: Generativity vs. Stagnation
8. Wisdom: Integrity vs. Despair
Perkembangan psikososial ialah teori yang dikemukakan oleh Erik Erikson. Dalam teori ini diungkapkan bahwa pengalaman, interaksi, dan hubungan sosial berpengaruh besar terhadap perkembangan manusia. Erikson membagi perkembangan manusia menjadi beberapa tahapan dan dalam setiap tahapan tersebut terdapat konflik. Konflik ini perlu dialami oleh seseorang agar ia bisa berkembang dan naik ke tahapan selanjutnya. Apabila seseorang berhasil melalui konflik itu dengan baik, ia akan mengalami personal growth sedangkan jika seseorang gagal menangani konflik tersebut, artinya ia tidak mendapatkan kemampuan yang dibutuhkan untuk berkembang menjadi self yang seutuhnya sehingga ia akan mengalami kesulitan untuk melalui tahapan perkembangan selanjutnya
Mari kita bahas!
Tahapan pertama
Kepercayaan vs ketidakpercayaan
Tahapan pertama adalah menumbuhkan rasa percaya pada orang tua atau pengasuh yang nantinya pada tahapan ini adalah modal untuk menumbuhkan rasa percaya orang lain yang ada disekitar dan dunia. Tahap pertama ini terjadi dalam rentang bayi usia 0-18 bulan. Tahap ini sangat kritis dalam perkembangan psikososial anak dan sangat dipengaruhi oleh ibu atau pengasuh. Pada usia ini, manusia sangat bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan itu antara lain makanan, keamanan, kehangatan, kenyamanan, kasih sayang
Apabila anak dipenuhi kebutuhannya maka anak akan belajar untuk mempercayai dunia dan orang orang disekitarnya dan anak mampu membangun rasa percaya pada orang tua dan pada akhirnya ia akan merasa aman di dunia. Namun apabila orang tua bersikap mengabaikan, tidak konsisten, atau bahkan menolak kehadiran anak, akan membuat anak gagal menumbuhkan rasa percaya. Dampaknya ia menjadi mudah takut, cemas, curiga, serta merasa bahwa dunia adalah tempat yang tidak aman baginya.
Tahap kedua
Otonomi vs rasa ragu-ragu dan malu-malu
Tahap kedua terjadi pada masa kanak awal terjadi dalam rentang usia 18 bulan-3 tahun. Dalam fase ini anak memulai mengembangkan otonomi diri, kemampuan melakukan sebuah hal secara mandiri. Di usia ini anak mulai menunjukkan kemandirian. Ia mulai melakukan sesuatu berdasarkan keinginannya sendiri dan bahkan mulai menentukan pilihan yang ia sukai dan ia mau. Anak perlu diberi kesempatan untuk melakukan sesuatu untuk menentukan pilihan dan memiliki kontrol atas dirinya sendiri agar ia menjadi pribadi yang mandiri dan percaya diri.
Proses stimulasi kemandirian seperti makan minum sendiri, toilet training, memilih dan bermain sendiri, berpakaian menjadi stimulasi krusial anak untuk mengembangkan kontrol dirinya.
Apabila anak tidak mampu melewati tahapan ini dengan, baik maka anak akan tumbuh menjadi sosok yang mudah ragu-ragu dan pemalu.
Tahap ketiga
Inisiatif vs rasa bersalah
Tahapan ini terjadi pada anak usia pra sekolah berlangsung dalam rentang usia usia 3-5 tahun. Dalam fase ini anak mulai mencoba dan mengembangkan inisiatifnya. Anak bertanya dan mencoba hal hal baru yang ada disekitarnya. Anak mulai mengeksplor lingkungan melalui bermain dan interaksi sosial. Jika rasa ingin tahu dipelihara, anak bisa mengembangkan kepercayaan diri untuk mengambil inisiatif. Sebaliknya, apabila anak sering dilarang atau dikritik sehingga rasa ingin tahunya tidak terpenuhi, maka anak akan tumbuh dengan perasaan ragu, takut dan memiliki ras tidak percaya diri untuk mengambil keputusan terjadi karena perasaan bersalah atas inisiatif dan keingintahuan.
Tahap keempat
Ketekunan vs rendah diri
Tahap keempat terjadi pada masa awal sekolah, yaitu sekitar usia 5-13 tahun.
Dalam rentang usia ini, anak-anak mulai mulai berinteraksi dengan teman-temannya di sekolah dan mulai mengembangkan rasa bangga, mampu memahami/melakukan, dan mencapai prestasi dengan kemampuan mereka. Diusia ini, orang tua dan guru perlu mendorong anak agar ia merasa mampu dan percaya terhadap kemampuan yang ia miliki.
Dalam tahap ini anak membutuhkan apresiasi. Dukungan dan dorongan untuk mengembangkan rasa mampu (kompetensi). Ketika anak mampu melewati tahapan ini dengan baik maka anak akan merasa dirinya adalah sosok yang kompeten dan akhirnya menjadi anak yang percaya diri. Namun apabila gagal, ia akan merasa rendah diri (inferior) dan kurang menghargai diri sendiri.
Tahap kelima
Identitas vs kebingungan
Tahap psikososial terjadi saat anak mulai menginjak masa remaja 13-21 tahun
Pada fase ini, anak mulai membangun identitas dirinya. Anak bertanya-tanya dan mencari jawaban untuk pertanyaan: siapa saya? Pada fase membangun identitas pribadi ini, anak remaja mengeksplorasi peran, perilaku, dan indentitas yang berbeda.
Konflik identitas dan kebingungan peran terjadi pada usia remaja. Tahapan ini berperan penting untuk menumbuhkan identitas pribadi seorang individu. Identitas yang dimaksud adalah nilai dan kepercayaan yang akan memandu dan membentuk perilaku seseorang. Ketika seseorang mengetahui nilai dan kepercayaan yang dimiliki, maka ia mampu hidup dengan standar dan ekspektasi sosial
Seorang remaja yang mempu mengenali dirinya akan memiliki identitas diri yang kuat dan konsisten.remaja yang menemukan identitas akan merasa aman, mandiri dan siap menghadapi masa depan, sedangkan apabila ia gagal maka ia akan merasa insecure, bingung dengan dirinya sendiri, merasa tersesat, tidak aman, tidak yakin akan tempat mereka di dunia, dan juga terhadap masa depan.
Itulah sebabnya, penting bagi orangtua dan orang dewasa memberikan dukungan kepada anak agar anak bisa menemukan identitas dirinya dengan nyaman dan aman.
Tahap keenam
Intimasi vs isolasi
Tahap keenam terjadi saat masa dewasa awal, yaitu sekitar usia 21-39 tahun yang berfokus pada pembentukan hubungan cinta dan penuh rasa kasih sayang dengan orang lain. Pada tahap ini seorang individu butuh untuk membentuk hubungan cinta dan dekat dengan orang lain misalnya berpacaran, melakukan pernikahan, membentuk keluarga dan membangun persahabatan.
Ketika seseorang berhasil melalui tahapan ini maka ia, akan merasakan cinta dan memiliki relasi yang dekat serta hangat dengan orang lain, sebaliknya ketika gagal maka ia akan merasa kesepian dan terisolasi.
Tahap ketujuh
Generativitas vs stagnan
Tahap dewasa dijalani dalam rentang usia 40-65 tahun
Dalam tahap psikososial berikutnya, tantangan yang dihadapi bergeser menjadi rasa berguna dan bertumbuh. Seseorang membutuhkan tujuan dan berkontribusi yang melampaui individualitasnya.
Orang dewasa perlu membuat suatu warisan dalam hidupnya. Warisan ini bisa berupa anak atau sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain. Ketika ia berhasil meraihnya, ia akan merasa sebagai orang yang bermanfaat dan telah mencapai sesuatu. Sebaliknya jika gagal ia akan merasa tidak memiliki kontribusi apa-apa dalam hidupnya. Contoh pencapaian dalam tahapan ini adalah melihat anak tumbuh dewasa, memiliki hubungan yang kuat dengan pasangan, dan juga merasa bangga terhadap pencapaian yang telah dicapai.
Membesarkan keluarga, bekerja, dan berkontribusi pada komunitas adalah contoh cara seseorang mengembangkan rasa memiliki tujuan. Mereka yang gagal menemukan cara untuk berkontribusi mungkin merasa terputus dan tidak berguna.
Tahap 8
Integritas vs Keputusasaan
Tahap psikososial terakhir dimulai sekitar usia 65 tahun.
Tahap terakhir dalam perkembangan psikososial terjadi pada lansia dan berfokus pada refleksi terhadap hidup. Ia akan melihat kembali bagaimana ia menjalani hidupnya dan merasakan seberapa puas dan bahagia ia terhadap hidupnya.
“Apakah saya menjalani kehidupan yang bermakna?”
Mereka yang merasa hidupnya bermakna akan merasakan kedamaian, kebijaksanaan, dan kepuasan, bahkan ketika menghadapi kematian.
Ketika seseorang mampu melalui tahapan ini, ia menjadi lebih bijaksana sedangkan orang yang gagal akan dipenuhi penyesalan, kepahitan, dan keputusasaan.