EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta peng- gunaan tanda baca. Kaidah ejaan dalam peng- gunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar diatur dalam EYD.
A) Penggunaan Huruf Kapital
Penggunaan huruf kapital menurut EYD adalah sebagai berikut.
1. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat.
Misalnya:
Apa maksudnya?
Dia membaca buku.
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang,
termasuk julukan.
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Halim Perdanakusumah
Wage Rudolf Supratman
Jenderal Kancil
Dewa Pedang
Alessandro Volta
André-Marie Ampère
Mujair
Rudolf Diesel
Catatan:
(1) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang merupakan nama jenis atau
satuan ukuran.
Misalnya:
ikan mujair
mesin diesel
5 ampere
10 volt
(2) Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf
pertama kata yang bermakna ‘anak dari’, seperti bin,
binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas.
Misalnya:
Abdul Rahman bin Zaini
Siti Fatimah binti Salim
Indani boru Sitanggang
Charles Adriaan van Ophuijsen
Ayam Jantan dari Timur
Mutiara dari Selatan
3. Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan
langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
Orang itu menasihati anaknya, “Berhati-hatilah, Nak!”
“Mereka berhasil meraih medali emas,” katanya.
“Besok pagi,” kata dia, “mereka akan berangkat.”
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata
nama agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk sebutan dan
kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Islam
Alquran
Kristen
Alkitab
Hindu
Weda
Allah
Tuhan
Allah akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.
Ya, Tuhan, bimbinglah hamba-Mu ke jalan yang Engkau beri
rahmat.
5. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama
gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik
yang mengikuti nama orang.
Misalnya:
Sultan Hasanuddin
Mahaputra Yamin
Haji Agus Salim
Imam Hambali
Nabi Ibrahim
Raden Ajeng Kartini
Doktor Mohammad Hatta
Agung Permana, Sarjana Hukum
Irwansyah, Magister Humaniora
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama
gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, profesi, serta
nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sapaan.
Misalnya:
Selamat datang, Yang Mulia.
Semoga berbahagia, Sultan.
Terima kasih, Kiai.
Selamat pagi, Dokter.
Silakan duduk, Prof.
Mohon izin, Jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama
jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang
dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Proklamator Republik Indonesia (Soekarno-Hatta)
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Gubernur Papua Barat
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa,
suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Dani
bahasa Bali
Catatan:
Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai
sebagai bentuk dasar kata turunan tidak ditulis dengan
huruf awal kapital.
Misalnya:
pengindonesiaan kata asing
keinggris-inggrisan
kejawa-jawaan
8. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari besar atau hari raya.
Misalnya:
tahun Hijriah
tarikh Masehi
bulan Agustus
bulan Maulid
hari Jumat
hari Galungan
hari Lebaran
hari Natal
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah.
Misalnya:
Konferensi Asia Afrika
Perang Dunia II
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Catatan:
Huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai
sebagai nama tidak ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya
perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
Jakarta
Asia Tenggara
Pulau Miangas
Amerika Serikat
Bukit Barisan
Jawa Barat
Dataran Tinggi Dieng
Danau Toba
Jalan Sulawesi
Gunung Semeru
Ngarai Sianok
Jazirah Arab
Selat Lombok
Lembah Baliem
Sungai Musi
Pegunungan Himalaya
Teluk Benggala
Tanjung Harapan
Terusan Suez
Kecamatan Cicadas
Gang Kelinci
Kelurahan Rawamangun
Catatan:
(1) Huruf pertama nama geografi yang bukan nama diri tidak ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
berlayar ke teluk
mandi di sungai
menyeberangi selat
berenang di danau
(2) Huruf pertama nama diri geografi yang dipakai sebagai
nama jenis tidak ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
jeruk bali (Citrus maxima)
kacang bogor (Voandzeia subterranea)
nangka belanda (Anona muricata)
petai cina (Leucaena glauca)
Nama yang disertai nama geografi dan merupakan
nama jenis dapat dikontraskan atau disejajarkan
dengan nama jenis lain dalam kelompoknya.
Misalnya:
Kita mengenal berbagai macam gula, seperti gula
jawa, gula pasir, gula tebu, gula aren, dan gula
anggur.
Kunci inggris, kunci tolak, dan kunci ring mempunyai fungsi yang berbeda.
Contoh berikut bukan nama jenis.
Dia mengoleksi batik Cirebon, batik Pekalongan, batik Solo, batik Yogyakarta, dan batik Madura.
Selain film Hongkong, juga akan diputar film India,
film Korea, dan film Jepang.
Murid-murid sekolah dasar itu menampilkan tarian Sumatra Selatan, tarian Kalimantan Timur, dan
tarian Sulawesi Selatan.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata
(termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna) dalam
nama negara, lembaga, badan, organisasi, atau dokumen,
kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk.
Misalnya:
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Lainnya
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata
(termasuk unsur kata ulang sempurna) di dalam judul
buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama majalah
dan surat kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari,
dan, yang, dan untuk, yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain
ke Roma.
Tulisan itu dimuat dalam majalah Bahasa dan Sastra.
Dia agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyajikan makalah “Penerapan Asas-Asas Hukum
Perdata”.
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, atau sapaan.
Misalnya:
S.H.
sarjana hukum
S.K.M.
sarjana kesehatan masyarakat
S.S.
sarjana sastra
M.A.
master of arts
M.Hum.
magister humaniora
M.Si.
magister sains
K.H.
kiai haji
Hj.
hajah
Mgr.
monseigneur
Pdt.
pendeta
Dg.
daeng
Dt.
datuk
R.A.
raden ayu
St.
sutan
Tb.
tubagus
Dr.
doktor
Prof.
profesor
Tn.
tuan
Ny.
nyonya
Sdr.
saudara
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, adik,
dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai dalam penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
“Kapan Bapak berangkat?” tanya Hasan.
Dendi bertanya, “Itu apa, Bu?”
“Silakan duduk, Dik!” kata orang itu.
Surat Saudara telah kami terima dengan baik.
“Hai, Kutu Buku, sedang membaca apa?”
“Bu, saya sudah melaporkan hal ini kepada Bapak.”
Catatan:
(1) Istilah kekerabatan berikut bukan merupakan penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
(2) Kata ganti Anda ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Siapa nama Anda?
B) Penggunaan Huruf Miring
Kaidah penggunaan huruf miring dalam EYD adalah sebagai berikut.
1. Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama
majalah, atau nama surat kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Saya sudah membaca buku Salah Asuhan karangan Abdoel Moeis.
Majalah Poedjangga Baroe menggelorakan semangat kebangsaan.
Berita itu muncul dalam surat kabar Cakrawala.
Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi Keempat (Cetakan Kedua).
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2. Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata dalam
kalimat.
Misalnya:
Huruf terakhir kata abad adalah d.
Dia tidak diantar, tetapi mengantar.
Dalam bab ini tidak dibahas pemakaian tanda baca.
Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan lepas
tangan.
3. Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa asing.
Misalnya:
Upacara peusijuek (tepung tawar) menarik perhatian
wisatawan asing yang berkunjung ke Aceh.
Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana.
Weltanschauung bermakna ‘pandangan dunia’.
Ungkapan bhinneka tunggal ika dijadikan semboyan
negara Indonesia.
Catatan:
(1) Nama diri, seperti nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam bahasa asing atau bahasa daerah tidak ditulis dengan huruf miring.
(2) Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan
komputer), bagian yang akan dicetak miring ditandai dengan garis bawah.
(3) Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbahasa daerah yang dikutip secara langsung dalam teks
berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.
C) Pemenggalan Kata
Kaidah pemenggalan kata dalam EYD adalah sebagai berikut.
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai
berikut.
a. Jika di tengah kata terdapat huruf vokal yang berurutan,
pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal
itu.
Misalnya:
bu–ah
ma-in
ni-at
sa-at
b. Huruf diftong ai, au, ei, dan oi tidak dipenggal.
Misalnya:
pan-dai
au-la
sau-da-ra
sur-vei
am-boi
c. Jika di tengah kata dasar terdapat huruf konsonan (termasuk gabungan huruf konsonan) di antara dua huruf vokal,
pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu.
Misalnya:
ba-pak
la-wan
de-ngan
ke-nyang
mu-ta-khir
mu-sya-wa-rah
d. Jika di tengah kata dasar terdapat dua huruf konsonan
yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara
kedua huruf konsonan itu.
Misalnya:
Ap-ril
cap-lok
makh-luk
man-di
sang-gup
som-bong
swas-ta
e. Jika di tengah kata dasar terdapat tiga huruf konsonan
atau lebih yang masing-masing melambangkan satu
bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
ul-tra
in-fra
ben-trok
in-stru-men
Catatan:
Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi
tidak dipenggal.
Misalnya:
bang-krut
bang-sa
ba-nyak
ikh-las
kong-res
makh-luk
masy-hur
sang-gup
2. Pemenggalan kata turunan sedapat-dapatnya dilakukan di
antara bentuk dasar dan unsur pembentuknya.
Misalnya:
ber-jalan
mem-pertanggungjawabkan
mem-bantu memper-tanggungjawabkan
di-ambil
mempertanggung-jawabkan
ter-bawa
mempertanggungjawab-kan
per-buat
me-rasakan
makan-an
merasa-kan
letak-kan
per-buatan
pergi-lah
perbuat-an
apa-kah
ke-kuatan
kekuat-an
Catatan:
(1) Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya mengalami perubahan dilakukan seperti pada
kata dasar.
Misalnya:
me-nu-tup
me-ma-kai
me-nya-pu
me-nge-cat
pe-mi-kir
pe-no-long
pe-nga-rang
pe-nge-tik
pe-nye-but
(2) Pemenggalan kata bersisipan dilakukan seperti pada
kata dasar.
Misalnya:
ge-lem-bung
ge-mu-ruh
ge-ri-gi
si-nam-bung
te-lun-juk
(3) Pemenggalan kata yang menyebabkan munculnya
satu huruf di awal atau akhir baris tidak dilakukan.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah disampaikan ….
Walaupun cuma-cuma, mereka tidak mau
mengambil makanan itu.
3. Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan
salah satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur
lain, pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur itu.
Tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar.
Misalnya:
biografi
bio-grafi
bi-o-gra-fi
biodata
bio-data
bi-o-da-ta
fotografi
foto-grafi
fo-to-gra-fi
fotokopi
foto-kopi
fo-to-ko-pi
introspeksi
intro-speksi
in-tro-spek-si
introjeksi
intro-jeksi
in-tro-jek-si
kilogram
kilo-gram
ki-lo-gram
kilometer
kilo-meter
ki-lo-me-ter
pascapanen
pasca-panen
pas-ca-pa-nen
4. Nama orang yang terdiri atas dua unsur atau lebih pada
akhir baris dipenggal di antara unsur-unsurnya.
Misalnya:
Lagu “Indonesia Raya” digubah oleh Wage Rudolf
Supratman.
Buku Layar Terkembang dikarang oleh Sutan Takdir
Alisjahbana.
5. Singkatan nama diri dan gelar yang terdiri atas dua huruf
atau lebih tidak dipenggal.
Misalnya:
Ia bekerja di DLLAJR.
Pujangga terakhir Keraton Surakarta bergelar R.Ng.
Rangga Warsita.
Catatan:
Penulisan berikut dihindari.
Ia bekerja di DLL-
AJR.
Pujangga terakhir Keraton Surakarta bergelar R.
Ng. Rangga Warsita.
D) Penulisan Kata
1) Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Contoh:
Tuhan
bumi
Kasih
dirasa
8) Bentu
meng
9) Kata
unsur
Conta
Ibu pergi ke supermarket.
Saya pergi ke kantor.
2) Kata turunan imbuhan (awalan, sisipan, dan akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh: berlari, diantar, mengantarkan
3) Kata turunan yang bentuk dasarnya meru- pakan gabungan kata, imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang mengikuti atau mendahuluinya.
Contoh:
bertanggung jawab, tanda tangani, bertekuk lutut
4) Kata turunan yang bentuk kata dasarnya merupakan gabungan kata yang diberi im- buhan awalan dan akhiran, kata tersebut ditulis serangkai.
Contoh: mempertanggungjawabkan, melipatgandakan, menggarisbawahi
5) Apabila salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh: transmigrasi, semifinal, prasejarah
6) Apabila bentuk terikat tersebut diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf
kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Contoh: non-Indonesia, pan-Afrikanisme
7) Apabila kata maha sebagai unsur gabung-
an diikuti oleh kata esa dan kata imbuhan,
gabungan itu ditulis terpisah. Apabila kata maha diikuti kata dasar selain esa, maka di- tulis serangkai.
Contoh:
Semoga Tuhan Yang Maha Penyayang melindungi kita. Tuhan Yang Maha Esa telah menciptakan
bumi dan langit. Kasih sayang Tuhan Yang Mahaadil dapat dirasakan semua makhluk.
8) Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda penghubung.
9) Kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Contoh: kambing hitam, gulung tikar, kaki tangan
10) Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan menggunakan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan.
Contoh: anak-istri saya
11) Kata-kata berikut ini ditulis serangkai, seperti:
acapkali padahal titimangsa adakalanya manasuka belasungkawa bilamana peribahasa daripada kiloliter kilometer hulubalang darmabakti kasatmata darmawisata beasiswa kepada paramasastra manakala segitiga radioaktif bagaimana sediakala puspawarna
barangkali sukarela saptamarga olahraga syahbandar saputangan
12) Kata ganti ku, kau, mu, dan nya ditulis serangkai, kecuali untuk penyebutan Tuhan. Contoh: Kitab-Nya
13) Khusus untuk kata depan “di/ke” apabila di-
ikuti kata yang merujuk tempat, penulisan-
nya dipisah. Contoh: di sekolah, di belakang Apabila kata depan “di/ke” diikuti kata dasar yang tidak merujuk tempat, penulisannya digabung.
Contoh: dimasak
14) Kata sandang si dan sang ditulis terpisah.
15) Partikel (-lah), (-kah), (-tah) ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
16) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahului kecuali kata gabung yang sudah lazim seperti adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun.
17) Kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis ter- pisah jika diikuti oleh bentuk berimbuhan.
Contoh: tak riang gembira, tak terkalahkan
18) Partikel per ditulis terpisah jika berarti mulai, demi, dan setiap.
E) Penggunaan Tanda Baca
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat pernyataan.
Misalnya:
Mereka duduk di sana.
Dia akan datang pada pertemuan itu.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam
suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a. I. Kondisi Kebahasaan di Indonesia
A. Bahasa Indonesia
1. Kedudukan
2. Fungsi
B. Bahasa Daerah
1. Kedudukan
2. Fungsi
C. Bahasa Asing
1. Kedudukan
2. Fungsi
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
2. Patokan Khusus
Catatan:
(1) Tanda titik tidak dipakai pada angka atau huruf yang
sudah bertanda kurung dalam suatu perincian.
Misalnya:
Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai
1) bahasa nasional yang berfungsi, antara lain,
a) lambang kebanggaan nasional,
b) identitas nasional, dan
c) alat pemersatu bangsa;
2) bahasa negara ….
(2) Tanda titik tidak dipakai pada akhir penomoran digital yang lebih dari satu angka (seperti pada 2b).
(3) Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau angka terakhir dalam penomoran deret digital yang lebih
dari satu angka dalam judul tabel, bagan, grafik, atau
gambar.
Misalnya:
Tabel 1 Kondisi Kebahasaan di Indonesia
Tabel 1.1 Kondisi Bahasa Daerah di Indonesia
Bagan 2 Struktur Organisasi
Bagan 2.1 Bagian Umum
Grafik 4 Sikap Masyarakat Perkotaan terhadap Bahasa Indonesia
Grafik 4.1 Sikap Masyarakat Berdasarkan Usia
Gambar 1 Gedung Cakrawala
Gambar 1.1 Ruang Rapat
2. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit,
dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.
Misalnya:
pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik
atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
01.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
00.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
00.00.30 jam (30 detik)
3. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama
penulis, tahun, judul tulisan (yang tidak berakhir dengan
tanda tanya atau tanda seru), dan tempat terbit.
Misalnya:
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
Peta Bahasa di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta.
Moeliono, Anton M. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta:
Gramedia.
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan
atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Indonesia memiliki lebih dari 13.000 pulau.
Penduduk kota itu lebih dari 7.000.000 orang.
Anggaran lembaga itu mencapai Rp225.000.000.000,00.
Catatan:
(1) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Kata sila terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa halaman 1305.
Nomor rekening panitia seminar adalah
0015645678.
(2) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, ilustrasi, atau tabel.
Misalnya:
Acara Kunjungan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)
Gambar 3 Alat Ucap Manusia
Tabel 5 Sikap Bahasa Generasi Muda Berdasarkan Pendidikan
(3) Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) alamat
penerima dan pengirim surat serta (b) tanggal surat.
Misalnya:
Yth. Direktur Taman Ismail Marzuki
Jalan Cikini Raya No. 73
Menteng
Jakarta 10330
Yth. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Jalan Daksinapati Barat IV
Rawamangun
Jakarta Timur
Indrawati, M.Hum.
Jalan Cempaka II No. 9
Jakarta Timur
21 April 2013
Jakarta, 15 Mei 2013 (tanpa kop surat)
B. Tanda Koma (,)
1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu
pemerincian atau pembilangan.
Misalnya:
Telepon seluler, komputer, atau internet bukan barang
asing lagi.
Buku, majalah, dan jurnal termasuk sumber kepustakaan.
Satu, dua, … tiga!
2. Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti
tetapi, melainkan, dan sedangkan, dalam kalimat majemuk
(setara).
Misalnya:
Saya ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum
cukup.
Ini bukan milik saya, melainkan milik ayah saya.
Dia membaca cerita pendek, sedangkan adiknya melukis
panorama.
3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang
mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau diundang, saya akan datang.
Karena baik hati, dia mempunyai banyak teman.
Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak
membaca buku.
Catatan:
Tanda koma tidak dipakai jika induk kalimat mendahului anak kalimat.
Misalnya:
Saya akan datang kalau diundang.
Dia mempunyai banyak teman karena baik hati.
Kita harus banyak membaca buku agar memiliki wawasan
yang luas.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan
demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun demikian.
Misalnya:
Mahasiswa itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia
memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.
Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi, wajar
kalau dia menjadi bintang pelajar
Orang tuanya kurang mampu. Meskipun demikian,
anak-anaknya berhasil menjadi sarjana.
5. Tanda koma dipakai sebelum dan/atau sesudah kata seru,
seperti o, ya, wah, aduh, atau hai, dan kata yang dipakai
sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Nak.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, jalannya licin!
Nak, kapan selesai kuliahmu?
Siapa namamu, Dik?
Dia baik sekali, Bu.
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung
dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya:
Kata nenek saya, “Kita harus berbagi dalam hidup ini.”
“Kita harus berbagi dalam hidup ini,” kata nenek saya,
“karena manusia adalah makhluk sosial.”
Catatan:
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan
langsung yang berupa kalimat tanya, kalimat perintah,
atau kalimat seru dari bagian lain yang mengikutinya.
Misalnya:
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Pak Lurah.
“Masuk ke dalam kelas sekarang!” perintahnya.
“Wow, indahnya pantai ini!” seru wisatawan itu.
7. Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama
tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Kayumanis III/18, Kelurahan Kayumanis, Kecamatan Matraman, Jakarta 13130
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia,
Jalan Salemba Raya 6, Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang
8. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang
dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
Halim, Amran (Ed.) 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid
1. Jakarta: Pusat Bahasa.
Tulalessy, D. dkk. 2005. Pengembangan Potensi Wisata
Bahari di Wilayah Indonesia Timur. Ambon: Mutiara Beta.
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan
kaki atau catatan akhir.
Misalnya:
Sutan Takdir Alisjahbana, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia, Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm.
25.
Hadikusuma Hilman, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat
Budaya Indonesia (Bandung: Alumni, 1977), hlm. 12.
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm.
4.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan
gelar akademis yang mengikutinya untuk membedakannya
dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
Bambang Irawan, M.Hum.
Siti Aminah, S.H., M.H.
Catatan:
Bandingkan Siti Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A.
(Siti Khadijah Mas Agung).
11. Tanda koma dipakai sebelum angka desimal atau di antara
rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
27,3 kg
Rp500,50
Rp750,00
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan
atau keterangan aposisi.
Misalnya:
Di daerah kami, misalnya, masih banyak bahan tambang yang belum diolah.
Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, harus
mengikuti latihan paduan suara.
Soekarno, Presiden I RI, merupakan salah seorang pendiri Gerakan Nonblok.
Pejabat yang bertanggung jawab, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib menindaklanjuti laporan dalam
waktu paling lama tujuh hari.
Bandingkan dengan keterangan pewatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma!
Siswa yang lulus dengan nilai tinggi akan diterima di perguruan tinggi itu tanpa melalui tes.
13. Tanda koma dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah baca/
salah pengertian.
Misalnya:
Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa daerah.
Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Dalam pengembangan bahasa kita dapat memanfaatkan
bahasa daerah.
Atas perhatian Saudara kami ucapkan terima kasih.
C. Tanda Titik Koma (;)
1. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara yang lain di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku.
Ayah menyelesaikan pekerjaan; Ibu menulis makalah;
Adik membaca cerita pendek.
2. Tanda titik koma dipakai pada akhir perincian yang berupa
klausa.
Misalnya:
Syarat penerimaan pegawai di lembaga ini adalah
(1) berkewarganegaraan Indonesia;
(2) berijazah sarjana S-1;
(3) berbadan sehat; dan
(4) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat yang sudah menggunakan
tanda koma.
Misalnya:
Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan
kaus; pisang, apel, dan jeruk.
Agenda rapat ini meliputi
a. pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara;
b. penyusunan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja; dan
c. pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi.
D. Tanda Titik Dua (:)
1. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti pemerincian atau penjelasan.
Misalnya:
Mereka memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja,
dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan:
hidup atau mati.
2. Tanda titik dua tidak dipakai jika perincian atau penjelasan
itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Tahap penelitian yang harus dilakukan meliputi
a. persiapan,
b. pengumpulan data,
c. pengolahan data, dan
d. pelaporan.
3. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang
memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : Siti Aryani
Bendahara: Aulia Arimbi
c. Narasumber : Prof. Dr. Rahmat Effendi
Pemandu : Abdul Gani, M.Hum.
Pencatat
: Sri Astuti Amelia, S.Pd.
4. Tanda titik dua dipakai dalam naskah drama sesudah kata
yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : “Bawa koper ini, Nak!”
Amir: “Baik, Bu.”
Ibu : “Jangan lupa, letakkan baik-baik!”
5. Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan
halaman, (b) surah dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan
anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
Surah Albaqarah: 2—5
Matius 2: 1—3
Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara
Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa.
E. Tanda Hubung (-)
1. Tanda hubung dipakai untuk menandai bagian kata yang
terpenggal oleh pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara lama, diterapkan juga cara baru ….
Nelayan pesisir itu berhasil membudidayakan rumput laut.
Kini ada cara yang baru untuk mengukur panas.
Parut jenis ini memudahkan kita mengukur kelapa.
2. Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur kata
ulang.
Misalnya:
anak-anak
berulang-ulang
kemerah-merahan
mengorek-ngorek
3. Tanda hubung dipakai untuk menyambung tanggal, bulan,
dan tahun yang dinyatakan dengan angka atau menyambung huruf dalam kata yang dieja satu-satu.
Misalnya:
11-11-2013
p-a-n-i-t-i-a
4. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan
bagian kata atau ungkapan.
Misalnya:
ber-evolusi
meng-ukur
dua-puluh-lima ribuan (25 x 1.000)
²³∕₂₅ (dua-puluh-tiga perdua-puluh-lima)
mesin hitung-tangan
Bandingkan dengan
be-revolusi
me-ngukur
dua-puluh lima-ribuan (20 x 5.000)
20 ³∕₂₅ (dua-puluh tiga perdua-puluh-lima)
mesin-hitung tangan
5. Tanda hubung dipakai untuk merangkai
a. se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf
kapital (se-Indonesia, se-Jawa Barat);
b. ke- dengan angka (peringkat ke-2);
c. angka dengan –an (tahun 1950-an);
d. kata atau imbuhan dengan singkatan yang berupa huruf
kapital (hari-H, sinar-X, ber-KTP, di-SK-kan);
e. kata dengan kata ganti Tuhan (ciptaan-Nya, atas rahmat-Mu);
f. huruf dan angka (D-3, S-1, S-2); dan
g. kata ganti -ku, -mu, dan -nya dengan singkatan yang berupa huruf kapital (KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku).
Catatan:
Tanda hubung tidak dipakai di antara huruf dan angka
jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf.
Misalnya:
BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia)
LP3I (Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi
Indonesia)
P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan)
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing.
Misalnya:
di-sowan-i (bahasa Jawa, ‘didatangi’)
ber-pariban (bahasa Batak, ‘bersaudara sepupu’)
di-back up
me-recall
pen-tackle-an
7. Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat
yang menjadi objek bahasan.
Misalnya:
Kata pasca- berasal dari bahasa Sanskerta.
Akhiran -isasi pada kata betonisasi sebaiknya diubah menjadi pembetonan.
F. Tanda Pisah (—)
1. Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan
kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun
kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—
diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
Keberhasilan itu—kita sependapat—dapat dicapai jika
kita mau berusaha keras.
2. Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya
keterangan aposisi atau keterangan yang lain.
Misalnya:
Soekarno-Hatta—Proklamator Kemerdekaan RI—diabadikan menjadi nama bandar udara internasional.
Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan
pembelahan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
Gerakan Pengutamaan Bahasa Indonesia—amanat
Sumpah Pemuda—harus terus digelorakan.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau
tempat yang berarti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’.
Misalnya:
Tahun 2010—2013
Tanggal 5—10 April 2013
Jakarta—Bandung
G. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan Hari Pendidikan Nasional diperingati?
Siapa pencipta lagu “Indonesia Raya”?
2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang
dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Monumen Nasional mulai dibangun pada tahun 1961 (?).
Di Indonesia terdapat 740 (?) bahasa daerah.
H. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah indahnya taman laut di Bunaken!
Mari kita dukung Gerakan Cinta Bahasa Indonesia!
Bayarlah pajak tepat pada waktunya!
Masa! Dia bersikap seperti itu?
Merdeka!
I. Tanda Elipsis (…)
1. Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam
suatu kalimat atau kutipan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Penyebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa
bahasa negara ialah ….
…, lain lubuk lain ikannya.
Catatan:
(1) Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
(2) Tanda elipsis pada akhir kalimat diikuti oleh tanda
titik (jumlah titik empat buah).
2. Tanda elipsis dipakai untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog.
Misalnya:
“Menurut saya … seperti … bagaimana, Bu?”
“Jadi, simpulannya … oh, sudah saatnya istirahat.”
Catatan:
(1) Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
(2) Tanda elipsis pada akhir kalimat diikuti oleh tanda titik
(jumlah titik empat buah).
J. Tanda Petik (“…”)
1. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang
berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.
Misalnya:
“Merdeka atau mati!” seru Bung Tomo dalam pidatonya.
“Kerjakan tugas ini sekarang!” perintah atasannya. “Besok akan dibahas dalam rapat.”
Menurut Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Setiap warga negara berhak
memperoleh pendidikan.”
2. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak, lagu, film,
sinetron, artikel, naskah, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Sajak “Pahlawanku” terdapat pada halaman 125 buku
itu.
Marilah kita menyanyikan lagu “Maju Tak Gentar”!
Film “Ainun dan Habibie” merupakan kisah nyata yang
diangkat dari sebuah novel.
Saya sedang membaca “Peningkatan Mutu Daya Ungkap Bahasa Indonesia” dalam buku Bahasa Indonesia
Menuju Masyarakat Madani.
Makalah “Pembentukan Insan Cerdas Kompetitif” menarik perhatian peserta seminar.
Perhatikan “Pemakaian Tanda Baca” dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
3. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:
“Tetikus” komputer ini sudah tidak berfungsi.
Dilarang memberikan “amplop” kepada petugas!
K. Tanda Petik Tunggal (‘…’)
1. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang
terdapat dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya dia, “Kaudengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang!’, dan rasa
letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
“Kita bangga karena lagu ‘Indonesia Raya’ berkumandang di arena olimpiade itu,” kata Ketua KONI.
2. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan.
Misalnya:
tergugat
‘yang digugat’
retina
‘dinding mata sebelah dalam’
noken
‘tas khas Papua’
tadulako
‘panglima’
marsiadap ari
‘saling bantu’
tuah sakato
‘sepakat demi manfaat bersama’
policy
‘kebijakan’
wisdom
‘kebijaksanaan’
money politics
‘politik uang’
L. Tanda Kurung ((…))
1. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Dia memperpanjang surat izin mengemudi (SIM).
Warga baru itu belum memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
Lokakarya (workshop) itu diadakan di Manado.
2. Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau
penjelasan yang bukan bagian utama kalimat.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat
yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus
perkembangan baru pasar dalam negeri.
3. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata
yang keberadaannya di dalam teks dapat dimunculkan atau
dihilangkan.
Misalnya:
Dia berangkat ke kantor selalu menaiki (bus) Transjakarta.
Pesepak bola kenamaan itu berasal dari (Kota) Padang.
4. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau angka
yang digunakan sebagai penanda pemerincian.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut (a) bahan baku, (b) biaya
produksi, dan (c) tenaga kerja.
Dia harus melengkapi berkas lamarannya dengan
melampirkan
(1) akta kelahiran,
(2) ijazah terakhir, dan
(3) surat keterangan kesehatan.
M. Tanda Kurung Siku ([…])
1. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata,
atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan atas
kesalahan atau kekurangan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
Penggunaan bahasa dalam karya ilmiah harus sesuai
[dengan] kaidah bahasa Indonesia.
Ulang tahun [Proklamasi Kemerdekaan] Republik Indonesia dirayakan secara khidmat.
2. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang terdapat dalam tanda kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses itu (perbedaannya dibicarakan
di dalam Bab II [lihat halaman 35─38]) perlu dibentangkan di sini.
N. Tanda Garis Miring (/)
1. Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat, nomor pada
alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
Nomor: 7/PK/II/2013
Jalan Kramat III/10
tahun ajaran 2012/2013
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan,
atau, serta setiap.
Misalnya:
mahasiswa/mahasiswi
‘mahasiswa dan mahasiswi’
dikirimkan lewat darat/laut ‘dikirimkan lewat darat
atau lewat laut’
buku dan/atau majalah
‘buku dan majalah atau
buku atau majalah’
harganya Rp1.500,00/lembar ‘harganya Rp1.500,00
setiap lembar’
3. Tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata,
atau kelompok kata sebagai koreksi atau pengurangan atas
kesalahan atau kelebihan di dalam naskah asli yang ditulis
orang lain.
Misalnya:
Buku Pengantar Ling/g/uistik karya Verhaar dicetak beberapa kali.
Asmara/n/dana merupakan salah satu tembang macapat budaya Jawa.
Dia sedang menyelesaikan /h/utangnya di bank.
O. Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)
Tanda penyingkat dipakai untuk menunjukkan penghilangan
bagian kata atau bagian angka tahun dalam konteks tertentu.
Misalnya:
Dia ‘kan kusurati. (‘kan = akan)
Mereka sudah datang, ‘kan? (‘kan = bukan)
Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)
5-2-‘13 (’13 = 2013)
F) Kata Baku dan Kata Tidak Baku
1) Kata Baku
Kata baku adalah kata yang cara pengucapan atau penulisannya sesuai dengan kaidah- kaidah standar atau kaidah-kaidah yang telah dibakukan, seperti yang tercantum dalam pedoman ejaan (EYD), tata bahasa baku, ataupun kamus umum. Ciri-ciri kata baku adalah sebagai berikut.
2) Kata Tidak Baku
Kata tidak baku adalah kata yang cara pengucapan atau penulisannya tidak sesuai dengan kaidah standar atau kaidah-kaidah yang telah dibakukan.
Berikut ini beberapa contoh kata baku dan kata tidak baku.
Pada PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) yang merupakan pengganti EYD, pada bab Kata Berimbuhan, akan ditemukan ketentuan penulisan kata antar, yaitu bentuk terikat yang harus ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
-Penulisan kata antar-sebagai bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf awal kapital atau singkatan yang berupa huruf kapital dirangkaikan dengan tanda hubung (-).
Contoh: Ketentuan PPDB antar-Dinas Pendidikan di setiap provinsi dapat berbeda sesuai
dengan kebijakan masing-masing daerah.
-Kata antar yang mengikuti kata dasar, penulisannya serangkai dengan kata yang diikuti.
Contoh: antarkota, antarsiswa.
-Kata antar yang mengikuti kata berimbuhan, penulisannya dipisah dengan kata yang diikuti.
Contoh: antar kecamatan, antar kabupaten.
Selain kata antar, bentuk terikat lainnya yang ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya:
G) Kutipan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kutipan adalah pengambilalihan satu kalimat atau lebih dari karya tulisan lain untuk tujuan ilustrasi atau memperkukuh argumen dalam tulisan.
1) Kutipan langsung adalah kutipan yang di- lakukan terhadap suatu kalimat yang sesuai dengan aslinya tanpa diubah sedikitpun. Cara merujuk kutipan langsung:
a. Pada kutipan yang berisi kurang dari 40 kata dan nama penulis disebutkan pada bagian awal kalimat, maka nama penulis ditulis secara lengkap dengan diikuti tahun terbit dan nomor halaman dalam tanda kurung. Kutipan langsung ditulis di antara tanda kutip (“….”) sebagai bagian yang terpadu dalam teks utama. Hari Poerwanto (2010:139) menya- takan, “Perubahan suatu lingkungan dapat pula mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan.”
b. Pada kutipan yang berisi kurang dari 40 kata dan nama penulis ditulis di bagian akhir kutipan, maka kutipan langsung ditulis dalam tanda petik dua (“….”) dan nama akhir penulis ditulis dengan diikuti tahun terbit, tanda titik dua, dan nomor halaman dalam tanda kurung.
Seorang ahli antropologi menyatakan, “Perubahan suatu lingkungan dapat pula mengakibatkan terjadinya pe- rubahan kebudayaan.” (Poerwanto, 2010:139).
c. Pada kutipan yang berisi 40 kata atau lebih, ditulis tanpa tanda kurung dan terpisah dari teks yang mendahului.
2) Kutipan tidak langsung adalah kutipan yang dikemukakan melalui bahasa pengutip. Tidak terdapat tanda (“….”) yang menyertainya. Nama penulis dari sumber yang dikutip dapat ditulis pada awal kutipan dengan disertai tahun terbit dan nomor halaman di dalam tanda kurung atau dapat ditulis di akhir kutipan.
Heri Poerwanto (2010: 235) menyatakan bahwa gejala pertumbuhan dan perkem- bangan kota yang amat cepat menyebab- kan timbulnya berbagai masalah bentur- an sistem nilai budaya.
Atau dapat ditulis:
Gejala pertumbuhan dari perkembangan kota yang amat cepat menyebabkan tim- bulnya berbagai masalah benturan sistem nilai budaya (Poerwanto, 2010:235).
3) Nama pengarang dalam kutipan
a. Apabila nama pengarang dari sumber yang dikutip terdapat pada awal kalimat, nama pengarang tersebut ditulis secara lengkap dengan diikuti tahun terbit dan nomor halaman yang berada dalam tanda kurung.
b. Nama pengarang dari sumber yang dikutip disebutkan pada bagian akhir kutipan.
1) Apabila hanya ada satu pengarang, perujukan dapat menggunakan nama akhir pengarang.
2) Apabila ada dua pengarang, pe- rujukan dapat dilakukan dengan menyebutkan nama akhir kedua pengarang.
3) Apabila pengarang lebih dari dua orang, maka perujukan dapat meng- gunakan nama akhir pengarang pertama dan disertai kata “dkk”.
c. Apabila nama pengarang tidak disebut- kan, maka yang dicantumkan adalah nama penerbit.
d. Untuk karya terjemahan, perujukan dilakukan dengan menyebutkan nama pengarang aslinya.
e. Rujukan dari dua sumber berbeda atau lebih, yang ditulis oleh pengarang ber- beda, dicantumkan dalam satu tanda kurung dengan titik koma sebagai pe- misahnya.
H) Catatan Kaki
1) Pengertian catatan kaki
Catatan kaki adalah keterangan yang terletak pada bagian bawah halaman teks. Catatan kaki menyatakan sumber suatu kutipan, pendapat, atau keterangan penyusun mengenai suatu hal yang di- uraikan dalam teks.
2) Jenis-jenis catatan kaki
a. Catatan kaki yang bersumber dari buku. Ade Iwan Setiawan, Penghijauan dengan Tanaman Potensial, Penebar Swadaya, Depok, 2002, hlm. 14.
b. Catatan kaki bersumber dari majalah “Mochtar Naim, “Mengapa Orang Minang Merantau?” Tempo, 31 Januari 1975, hlm. 36.
c. Catatan kaki bersumber dari internet
“Richard Whitle, “High See Piracy: Crisis in Aden”, Aviation Today, diakses dari http://www.aviationto- day.com//rw/military/attack/High-See-Piracy-Crisis-in-Aiden_32500html, pada tanggal 21 Mei 2013 pukul 10.47.
d. Catatan kaki bersumber dari koran atau surat kabar “Bambang, “Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak” (Kompas, 30 April 2016), hlm. 4.
I) Daftar Pustaka
Pengertian daftar pustaka Daftar pustaka adalah daftar identitas buku sumber yang digunakan pada suatu tulisan atau karangan yang ditempatkan pada bagian akhir dan disusun sesuai abjad.
Kaidah penulisan daftar pustaka
Berikut adalah kaidah penulisan daftar pustaka.